Alergi pada dasarnya adalah reaksi berlebihan yang dimunculkan oleh sistem imunitas atau kekebalan tubuh. Tubuh memberikan respon secara cepat seolah-olah sedang dalam kondisi ‘terancam’, yang kemudian melepaskan zat antibodi dan memicu inflamasi dan serangkaian efek dalam kondisi yang bisa ditoleransi sampai membahayakan nyawa. Meskipun zat atau alergen tersebut secara normal tidak berbahaya.
Kondisi alergi ini ternyata sudah tercatat sejak ribuan tahn lalu. Gejala klinis dengan gejala mirip asma telah ditemukan sejak 3500 tahun yang lalu di manuskrip bangasa Mesir. Pada tahun 1906, ahli kesehatan anak berkebangsaan Austria Clemens Von Pirquet, pertama kali menggunakan kata alergi untik menjelaskan gelaja yang aneh, tidak berhubungan dengan penyakit.
Sistem kekebalan tubuh manusia
Tubuh manusia dilengkapi dengan sistem kekebalan tubuh yang sempurna. Ketika tubuh terserang oleh bakteri maupun virus yang dianggap membahayakan, maka akan muncul pasukan penyerang yang berusaha menghilangkan patogen tersebut tanpa menimbulkan efek samping. Saat tubuh terapapar antigen, maka tiga jenis sel yang bertanggungjawab untuk mengenali antigen tersebut adalah sel limfosit B, limfosit T dan makrofag. Kerja sistem kekebalan tubuh kita secata umum dibagi menjadi dua. Yaitu kekebalan humoral dan kekebalan seluler.
Kekebalan humoral dilakukan oleh antibodi tubuh yang sering dikenal dengan nama imunoglobulin. Jenisnya ada IgA, IgG, IgE, IgG dan IgM yang diproduksi oleh sel limfosit B atau sel B yang secara langsung melindungi tubuh dari serangan virus dan bakteri. Area kerja dari masing-masing antibodi ini berbeda-beda. Misalnya IgA banyak terdapat dalam ASI.
Sedangkan kekebalan seluler, bekerja dengan cara mengaktivasi sel limfosit T atau sel T. Ketika antigen muncul dan menstimulasi sel T, sel T memproduksi limfosit dan sitokin, zat yang membantu regulasi sel B yang menyebabkan kerusakan langsung pada target sel, hasilnya menghancurkan antigen tersebut.
Bagaimana Alegi Terjadi
Secara umum alergi dibedakan menjadi 4 jenis. Alergi tipe I, II, III dan IV bedanya ada pada kecepatan reaksi yang muncul. Alergi yang paling sering adalah alergi tipe I. kondisi umum yang sering muncul dari jenis ini adalah alergi makanan dan asma. Jika terkena alergen sedikit saja, maka tubuh segera mengeluarkan reaksi. Alergi tipe ini sering disebabkan aktivitas Imunoglobulin E atau IgE yang kemudian memicu dikeluarkannya ‘isi’ dari sel mast. Efeknya mulai dari gatal di kulit sampai ke penyempitan jalan pernapasan seperti apda kasus asma.
Kasus Alergi
Kasus alergi di dunia ternyata semakin meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan di Amerika sekitar 1 dari 12 batita mengalami alergi. Dan sekitar 30% masayarakat di dunia barat menderita berbagai jenis alergi. Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention (CDC), angka kejadian alergi meningkat tiga kali lipat sejak 1993 hingga 2006. Hal ini selaras dengan data dari World Allergy Organization (WAO) 2011 yang menunjukkan prevalensi alergi terus meningkat dengan angka 30-40 persen populasi dunia. Di Indonesia, beberapa peneliti memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi mencapai 30 persen per tahunnya. Namun secara umum, alergi sudah menjadi kasus yang semakin mengkhawatirkan mengingat kasusnya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Penyebab Alergi
Dari beberapa penelitian epidemiologi yang memfokuskan pada adanya faktor lingkungan dengan meningkatnya prevalensi alergi. Hal ini didasarkan karena adanya perubahan lingkungan selama 30 tahun terakhir yang bisa berkontribusi terhadap epidemi diantaranya:
- Konsumsi rokok oleh para orangtua secara kuat berhubungan dengan meningkatnya prevalensi alergi pada keturunan mereka.
- Pemberian makanan formula/susu formula dibandingkan ASI selama usia 4-6 bulan meningkatkan risiko alergi. Menyusui/pemberian ASI memicu kolonisasi usus bayi dengan bifidobacteria dan lactobacilli, yang dibutuhkan untuk perkembangan perncernaan yan gnormal untuk mentoleransi makanan yang dikonsumsi nantinya.
- Faktor diet juga berpengaruh terhadap alergi, karena selama 20 tahun terakhir terjadi degradasi kualitas makanan. Peneliti melihat adanya kekurangan zat gizi ini sebagai akibat banyaknya kasus alergi. Terutama vitamin D dan asam folat.
- Hipotesis higienitas adalah teori yang paling populer untuk melihat epidemik alergi ini. Beberapa kondisi yang mendasari dan mendukung teori ini diantaranya:
- Risiko alergi lebih tinggi pada anak yang tumbuh di keluarga kecil dan keluarga dengan status sisoekonomi yang lebih tinggi.
- Insiden alergi lebih rendah pada anak yang tumbuh di area pertanian.
- Penelitian di Italia yang ditelah dipublikasikan di British Medical journal tahn 1997 menunjukkan adanya aantibodi Hepatitis A pada tubuh seseorang menunjukkan rendahnya prevalensi alergi. Padaha, hepatitis A adalah sebagai penanda adanya lingkungan sanitasi yang buruk.
Melihat kenyataan ini tentunya kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa epidemi alergi terjadi di negara maju dengan standar kehidupan yang tinggi, gaya hidup modern dan selalu terobsesi dengan kebersihan.
SUDUT PANDANG ALERGI LAINNYA
Alergi dipicu oleh pikiran kita
Pikiran kita, adalah programmer alami bagi sistem imunitas kita. Kondisi alergi terjadi karena tubuh kita benar-benar ingin melindungi diri kita dari bahaya atau ancaman zat luar yang ‘dirasakan’ berbahaya oleh tubuh.
Jika setelah makan atau berada dalam lingkungan yang kemudian kita merasa kurang nyaman dengan kondisi tersebut, tubuh kita mulai belajar akan ketidaknyamanan ketika bertemu dengan substansi tersebut. Lalu, jika kita bertemu lagi dengan zat tersebut dan merasa tidak nyaman lagi, maka tubuh kita-benar-benar belajar dari pengalman tesebut. Pada akhirnya kita mulai membangun reaksi melawan sesuatu yang menurut kita menjadi masalah.
Tubuh kita belajar untuk menghubungkan antara respon imunitas dengan segala hal yang terjadi saat respon imun tersebut muncul. Peneliti pernah mencoba seekor tikus yang diberi aroma mint, bersamaan dengannya, peneliti menginjeksikan zat yang memicu sistem imun. Setelah percobaan ketiga, hanya dengan menghirup aroma mint tersebut, tikus sudah menunjukkan reaksi alergi.
Karenanya, reaksi alergi ini bisa muncul dikarenakan oleh reaksi sistem imunitas kita, bukan oleh alergen (atau zat yang benar-benar ada dan berinteraksi dengan tubuh kita). Kenyataannya, hanya dengan mendengar, mencium atau membayangkan hal-hal yang sifatnya alergen) sudah bisa memicu munculnya reaksi alergi pada tubuh.
Seperti kasus salah seorang pasien di PHI yang mengaku alergi terhadap asap rokok. Ketika ada orang X yang biasa merokok belum mendekati dirinya, beliau sudah merasakan ‘efek’ dari asap rokok. Padahal orang X tersebut belum mendekati dirinya apalagi merokok!!
Alergi dan emosi/stress
Beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian telah menunjukkan adanya banyak hubungan antara ssitem syaraf, endokrin (produksi hormon) dan sistem imun. Bidang ilmu pengetahun Psikoneuroimunologi telah menemukan beberapa hubungan antara perilaku, fungsi neuroendokrin dan respon imunitas terhadap kesehatan.
Stress bisa dijelaskan sebagai proses psikofisiologi sebagai hasil dari dari penilaian terhadap sebuah situasi untuk menakar muculnya sebuah kondisi yang kurang menyenangkan dan kemampuan untuk menganggulanginya (baik dirasa bisa maupaun benar-benar bisa) dengan berbagai situasi yang berlawanan tersebut
Penelitian PNI memfokuskan diri untuk mengetahui hubungan antara persepsi stress secara psikologi (baik sadar maupun secara bawah sadar) dna ‘downstream behavior’, perubahan sistem endokrin dan sistem imun yang terjadi sebagai respon terhadap stress yang dihadapi.
Kondisi stress secara psikologis dan alergi telah banyak diketahui memiliki hubungan kilinis selama beberapa abad. Kebanyakan kondisi alergi muncul sebagai reaksi psikosomatis dan menjadi lebih parah pada pasien dengan tingkat stres psikologis yang lebih tinggi. Contohnya, asma lebih sering muncul dengna sebutan ‘asthma nervosa’ berdasarkan kepercayaan bahwa penyakit ini sering muncul pada anak-anak yang tinggal dengan ibu yang bersifat ‘histrionic mother’. Selain itu, kondisi dermatitis atopik juga bisa disebut dengan istilah ‘neurodermatitis’ berdasarkan kepercayaan bahwa kondisi gatal dan pengulangan luka akibat garukan yang diakibatkan karena adanya ruam dikulit, berhubungan dengan ‘syaraf’ dan emosi.
Kondisi stress baik akut kemudian memicu hubungan yang rumit yang dimobilisasi oleh sel darah putih, limfosit T dan sitokon yang teraktivasi. Sitokin memicu sel imun atau sel darah putih seperti sel mast dan basofil untuk mengeluarkan zat inflamasinya yang membuat seseorang memberi respon alergi pada jaringan yang sensitif selerti di area hidung, sinus, kulit (eksim/gatal) dan jalan napas (Asthma)
Mencegah Allergi
Kondisi alergi bisa terjadi karena keturunan. Dan potensialergi bisa menjadi lebih besar jika orangtua juga memiliki kondisi alergi. Namun kondisi alergi bisa dieliminasi risikonya sejak anak dalam kandungan. Beberapa hal yang bsia dilakukan diantaranya:
- Mencegah konsumsi makanan yang berpotensi alergi seperti kacang tanah, susu, telur dan gandum selama hamil dan menyusui –karena jenis protein ini bisa dilepaskan dalam ASI-
- Menyusui eksklusif selam 6 bulan.
- Mencegah pemberian makanan padat sampai usia anak 6 bulan
- Mencegah pemberian makanan yang ebrpotensi memicu alergi seperti produk susu sampai usia 1 tahun, telur sampai usia 2 tahun dan kacang tanah dan ikan dengan kandungan histamin yang tinggi sampai usia 3 tahun.
Terapi Alami untuk Alergi
Jika saat ini sahabat memang sudah mengalami alergi tentus aja tetap ada solusi yang bisa dilakukan untuk menuntaskannya. Pengobatan secara medis atau konvensional biasanya menggunakan obat-obatan jenis antihistamin untuk mengurangi gejala alergi. Beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya:
- Mengeliminasi semua makanan yang berpotensi memicu alergi termasuk produk susu, tepung terigu karena mengandung gluten, kedelai, cokelat, makanan berpengawet dan makanan dengan dengan tambahan makanan
- Konsumsi makanan yang mengandung banyak antioksidan: sayur dan buah
- Mencegah konsumsi makanan rafinasi seperti roti putih, pasta dan gula pasir.
- Menggunakan minyak yang sehat ketika memasak seperti minyak zaitun, minyak dari kulit beras, minyak jagung.
- Mengurangi atau menghentikan konsumsi makanan sumebr lemak trans, seringnya di dalam makanan yang dipanggang seperti cookies, craker, cake atau kue basah, kentang goreng (French fries), dont, onion ring, makanan yang diproses dan margarin.
- Mengurangi konsumsi makanan/minuman yang menstimulasi seperti kopi
- Konsumsi air putih 6-8 gelas sehari
- Melakukan olahraga ringan setidaknya 30 emnit sehari selama 5 hari sepekan.
Akupunktur
Dalam ilmu kedokteran China, alergi dilihat sebagai kondisi kelainan organ. Terutama liver, paru-paru dan limpa. Penyebab utamanya adalah karena terjadi kelemahan organ-organ tersebut. Efektivitas akupunktur sebagai solusi untuk terapi alergi sudah banyak diteliti. Terutama asma, alergi kulit dan alergi makanan. Karena pada dasarnya akupunktur berfungsi untuk menormalkan kodnisi organ yang berhubungan dengan kondisi alergi. Menormalkan limpa, artinya menormalkan kondisi pencernaan. Karena sel mast, yang bertanggungjawab atas munculnya reaksi alergi salah satunya dijumpai paling banyak di saluran pencernaan. Selain itu, saluran pencernaan juga produsen imun yang paling banyak. Karena sangat mudah untuk terpapar zat-zat yang bersifat alergen.
Lalu bagaimana dengan anak-anak?
Pondok Holistik Indonesia melayani akupunktur tanpa jarum untuk buah hati tercinta. Terapi yang digunakan sangat aman dan menyenangkan. Terapi akupunktur tanpa jarum menggunakan titik-titik akupunktur khusus yang berada di telapak tangan. Dengan terapi sekitar 5x isnya Allah sudah bisa membantu buah hati tercinta dari jeratan alergi yang terkadang kurang menyenangkan.
0 komentar:
Posting Komentar